SISTEM PEKARANGAN
Oleh :
ANANG BUDI PRASETYO,SP
PENYULUH BPP KECAMATAN GADING
KABUPATEN PROBOLINGGO
PENDAHULUAN
Menurut arti katanya, pekarangan
berasal ari kata “karang” yang berarti halaman rumah (Poerwodarminto, 1976).
Sedang secara luas, Terra (1948) memberikan batasan pengertian sebagai berikut:
“Pekarangan adalah tanah di sekitar
perumahan, kebanyakan berpagar keliling, dan biasanya ditanami padat dengan
beraneka macam tanaman semusim maupun tanaman tahunan untuk keperluan sendiri
sehari-hari dan untuk diperdangkan. Pekarangan kebanyakan slng berdekaan, dan
besama-sama membentuk kampung, dukuh, atau desa”.
Batasan pengertian ini, di dalam
praktek masih terus dipergunakan sampai sekitar dua puluh tahun kemudian.
Terbukti dari tulisan-tlisan Soeparma (1969), maupun Danoesastro (1973), masih
juga menggunakan definisi tersebut. Baru setelah Soemarwoto (1975) yang
melihatnya sebagai suatu ekosistem, berhasil memberikan definisi yang lebih
lengkap dengan mengatakan bahwa:
“Pekarangan adalah sebidang tanah darat
yang terletak langsung di sekitar rumah tinggal dan jelas batas-batasannya,
ditanami dengan satu atau berbagai jenis tanaman dan masih mempunyai hubungan
pemilikan dan/atau fungsional dengan rumah yang bersangkutan. Hubungan
fungsional yang dimaksudkan di sini adalah meliputi hubungan sosial budaya,
hubungan ekonomi, serta hubungan biofisika”. (Danoesastro, 1978).
Pemanfaatan pekarangan yang baik dapat mendatangkan berbagai
manfaat antara lain:
1. Sumber pangan, sandang dan papan
penghuni rumah
2. Sumber plasma nutfah dan ragam
jenis biologi,
3. Lingkungan hidup bagi berbagai
jenis satwa,
4. Pengendali iklim sekitar rumah
dan tempat untuk kenyamanan,
5. Penyerap karbondioksida dan
penghasil oksigen,
6. Tempat resapan air hujan dan air
limbah keluarga ke dalam tanah,
7. Melindungi tanah dari kerusakan
erosi
8. Tempat pendidikan bagi anggota
keluarga
PENATAAN PEKARANGAN
Pekarangan merupakan lahan di
sekitar rumah, karena itu pemanfaatan pekarangan bukan hanya mempertimbangkan
hasil, tapi juga perlu mempertimbangkan aspek keindahan. Sebagai acuan,
penataan pekarangan dapat dilakukan sebagai berikut:
- Halaman depan (buruan):, tanaman hias, pohon buah, tempat bermain anak, bangku taman, tempat menjemur hasil pertanian
- Halaman samping (pipir): tempat jemur pakaian, pohon penghasil kayu bakar, bedeng tanaman pangan, tanaman obat, kolam ikan, sumur dan kamar mandi
- Halaman belakang (kebon): bedeng tanaman sayuran, tanaman bumbu, kandang ternak, tanaman industri
POTENSI PENGEMBANGAN
Komoditi yang diusahakan
dipekarangan sebaiknya disesuaikan dengan kesesuaian komoditi dengan daerah
yang bersangkutan, peluang pasar, dan nilai guna meliputi:
·
Tanaman
pangan: umbi-umbian, kacang-kacangan, sayuran, buah-buahan, bumbu-bumbuan, obat
·
Tanaman
bernilai ekonomi tinggi: buah, sayuran, hias (bunga potong, tanaman pot,
tanaman taman, anggrek)
·
Ternak:
ternak unggas hias, ternak petelur, ternak pedagingIkan: ikan hias, ikan
produksi daging, pembenihan dll.
DAUR ULANG DI PEKARANGAN
Usahatani di pekarangan dapat dilakukan
dengan biaya yang lebih murah karena, limbah yang dihasilkan dapat di daur
ulang untuk kepentingan usahatani berikutnya:
- Sampah pekarangan dan sampah rumah tangga dapat dikomposkan dengan membuat lubang sampah atau bak-bak pengomposan.
- Selain untuk pupuk, sampah organik dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak dan ikan
- Pupuk kandang dan endapan lumpur dari kolam digunakan untuk pupuk bagi tanaman
BUDIDAYA ORGANIK
Budidaya tanaman di pekarangan
sebaiknya dilakukan secara organik atau sesedikit mungkin menggunakan bahan
kimia. melalui upaya tersebut bahan pangan yang dihasilkan lebih sehat.
Bahan organik berasal dari sisa
tanaman, limbah ternak, libah rumah tangga atau lumpur endapan kolam ikan.
Proses pengomposan dapat dipercepat dengan menggunakan biodekomposer
yang banyak dijual di pasaran ( EM4, STARDEC, BIODEC, dan lain-lain)
POLA TANAM VERTIKAL (TANAM BERSUSUN)
Pola tanam vertikal merupakan usaha
pertanian dengan memanfaatkan lahan semaksimal mungkin dengan memanfaatkan
potensi ketinggian, sehingga tanaman yang diusahakan per satuan luas lebih
banyak. Pola ini selain menghemat tempat juga hemat dalam penggunaan pupuk dan
air.
Media tanam dapat menggunakan media
campuran tanah, pupuk kandang dan pasir/sekam dengan perbandingan 1:1:1 yang
ditempatkan pada bak-bak tanaman (paralon, bambu, pot) yang diatur bersusun ke
atas..Tanaman yang menginginkan keteduhan diletakan paling bawah dan yang lebih
suka panas diletakkan di atas.
TABULAPOT
Tabulapot adalah menanam tanaman
buah-buahan (bisa tanaman lainnya: bunga) di dalam pot. Media tanam harus mampu
menopang tanaman, dapat menyediakan hara, air dan aerasi yang baik (sama dengan
untuk pola tanam vertikal) Pot yang kurang baik, akan menghasilkan tata udara
yang kurang baik sehingga kurang menguntungkan untuk perkembangan akar.
PEKARANGAN DAN TAMAN
Suatu taman dikatakan baik dan
menarik, jika taman tersebut mengandung nilai keindahan, bermanfaat dan sehat.
Banyak orang mengartikan taman hanyalah sebidang tanah dalam kota misalnya
taman bunga di jalan merdeka pematangsiantar, taman hewan pematangsiantar, atau
taman sekitar rumah atau hotel, atau bangunan besar lainnya dimana disitu
terdapat rumput peking, palm botol, cycas dan tanaman lain yang mahal-mahal.
Taman sebenarnya bukan hanya itu.
Taman mempunyai pengertian yang luas sekali, dan setiap orang dapat mempunyai
pengertian sendiri-sendiri. Menurut seorang ahli hortikultura, taman adalah
kebun tempat tanamannya tumbuh. Sementara menurut seorang penyair, taman adalah
tempat dimana oarang dapat mengasingkan diri, bersistirahat merenung untuk
mendapatkan inspirsi dan kegembiraan. Bagi seorang arsitek taman terbatas pada
suatu perancangan dari segi estetika dan fungsional. Disini terlihat bahwa
pengertian taman itu sangat relatif. Pengertian modern taman didasarkan kepada:
erat dengan keindahan yang memberikan kesenangan pancaindera dan perasaannya,
yang dapat memenuhi kebutuhn rohaniah.
1. Adanya hubungan erat antara manusia dan
aktifitasnya serta kesenangannnya, yang dapat memenuhi kebutuhan jasmaniahnya.
2. Adanya hubunganTaman secara umum dapat
dikatakan suatu daerah luas atau sempit dimana terdapat keselarasan dan
kesatuan dari unsur-unsur tanaman hias dan benda-benda lainnya yang terdapat di
dalamya sehingga memberikan suatu pemandangan. Daerah itu dapat berarti
pegunungan, taman rekreasi, kota, kampung, pekarangan dan lainnya. Tentang luas
atau sempitnya daerah itu tidak menjadi persoalan.
Rasanya senang sekali mempunyai
rumah yang besar dan halaman atau pekarangan yang luas. Tetapi kenyataannya
tidak demikian, karena rumah yang besar akan membuat kita sibuk dan
menghabiskan waktu untuk mengurus rumah, begitu pula akan membutuhkan biaya
yang besar untuk perawatan dan pemeliharaannya.
Akan lebih baik dan nyaman, bila
kita punya rumah sedang atau lebih kecil dengan pekarangan yang luas. Dengan
demikian penghuni rumah akan lebih banyak dapat berkreasi dalam pemanfaatan
pekarangan, bahkan akan memberikan penghasilan tambahan yang tidak disengaja
atau tidak diduga, karena dipekarangan setiap penghuni rumah dapat melakukan
apa saja.
SECARA GARIS BESAR AREA ATAU DAERAH
TAMAN PEKARANGAN PADA UMUMNYA DAPAT DIBAGI MENJADI:
- Daerah umum (public area). Taman yang kita buat dimaksudkan pada area ini selain dilihat dan dinikmati oleh penghuni rumah juga oleh siapa saja yang lewat di depan atau disekitar rumah kita.
- Daerah kesibukan (service area). Taman yag kita buat pada area ini adalah untuk kesibukan penghuni rumah, misalnya tempat mencuci pakaian, mencuci piring atau lainnya. Pada area inipun dapat ditanam tanaman bumbu-bumbuan, sayur-sayuran atau tempat menanam tanaman obat-obatan. Begitu pula tempat anak-anak bermain. Biasanya daerah ini diletakkan dekat dapur, dengan maksud bila mau ambil tanaman bumbu pada saat sedang memasak mudah dan dekat sehingga tidak memerlukan waktu yang lama, jadi masakannya tidak menjadi hangus. Begitupula tempat anak-anak bermain diletakkan didaerah ini, dengan maksud ibu atau pembantu rumah tangga atau penghuni rumah yang lainnya sambil bekerja, setiap saat dapat mengawasi anak-anak yang sedang bermain. Apalagi tiba-tiba ada anggota keluarga memerlukan tanaman obat-obatan, terutama pada malam hari dapat dengan mudah dan aman mengambilnya.
- Daerah pribadi (private area). Daerah ini kita buat taman yang khusus untuk pribadi, misalnya tempat ibu atau bapak menanam tanaman hobbinya tempat “bertukang”, melakukan penelitian yang paling hemat, aman, setiap saat dapat diamati. Daerah pribadi ini biasanya disediakan disamping rumah.
- Daerah famili (family area). Daerah ini dapat dibuat taman untuk kepentingan keluarga, atau tempat berolah raga, atau tempat keluarga berkumpul, camping dan lainnya. Jangan lupa memikirkan tempat anak-anak dikala remaja bersantai. Taman untuk keluarga ini diberi tempat yang strategis dipekarangan bila pekarangannya luas.
- Dari pengertian sederhana tentang pekarangan dan taman, maka sudah saatnya setiap keluarga membuat taman pekarangan secara konseptual. Dengan membuat taman pekarangan banyak sekali manfaatnya yang dapat dinikmati dalam rangka memenuhi kebutuhan kesehatan dan kesejahteraan keluarga baik kebutuhan jasmaniah maupun rohaniah anggota keluarga antara lain karena:
1. Taman dibuat oleh keluarga, sesuai
dengan keinginan dan kebutuhan anggota keluarga
2. Pemeliharaan dapat lebih teliti,
sepanjang waktu oleh anggota keluarga
3. Dapat menyalurkan hobbi anggota
keluarga, misalnya koleksi berbagai jenis tanaman
4. Dapat dipetik sepanjang tahun,
berkualitas tinggi dan dapat dinikmati sepanjang tahun.
5. Dapat dipetik sepanjang waktu,
disaat diperlukan seperti tanaman obat-obatan atau bumbu.
6. Dapat memetik hasil dalam keadaan
segar dan masak di pohon.
7. Dapat memberikan pendapatan
tambahan, dan hubungan baik dengan tetangga.
FUNGSI HUBUNGAN SOSIAL BUDAYA
Ditinjau dari segi sosial budaya,
dewasa ini nampak ada kecenderungan bawa pekarangan dipandang tidak lebih jauh
dari fungsi estetikanya saja. Pandangan seperti ini nampak pada beberapa
anggota masyarakat pedesaan yang elah “maju”, terlebih pada masyarakat
perkotaan. Yaitu, dengan memenuhi pekarangannya dengan tanaman hias dengan
dikelilingi tembok atau pagar besi dengan gaya arsitektur “modern”.
Namun, bagi masyarakat pedesaan yang
masih “murni”, justru masih banyak didapati pekarangan yang tidak berpagar sama
sekali. Kalaupun berpagar, selalu ada bagian yang masih terbka atau diberi pinu
yang mudah dibuka oleh siapapun dengan maksud untuk tetap memberi keleluasaan
bagi masyarakat umum untuk keluar masuk pekarangannya.
Nampaknya, bagi masyarakat desa,
pekarangan juga mempunyai fungsi sebagai jalan umum (lurung) antar tetangga, atar
kampung, antar dkuh, ahkan antar desa satu dengan yang lainnya.
Di samping itu, pada setiap
pekarangan terdapat”pelataran” (Jawa) atau “buruan” (Sunda) yang dapat
dipergunakan sebagai tempat bemain anak-anak sekampung. Adanya kolam tempat
mandi atau sumur di dalam pekarangan, juga dapat dipergunakan oleh orang-orang
sekampung dengan bebas bahkan sekaligus merupakan tempat pertemuan mereka
sebagai sarana komunikasi masa (Soemarwoto, 1978).
Jadi, bagi masyarakat desa yang
asli, pekarangan bkanlah milik pribadi yang”eksklusif”, melainkan juga mempunai
fungsi sosial budaya di mana anggota masyarakat (termasuk anak-anak) dapat
bebas mempergunakannya untuk keperluan-keperluan yang bersifat sosial
kebudayaan pula.
FUNGSI HUBUNGAN EKONOMI
Selain fungsi hubungan sosial
budaya, pekarangan juga memiliki fungsi hubungan ekonomi yang tidak kecil
artinya bagi masyarakat yang hidup di pedesaan.
Dari hasil survey pemanfaatan
pekarangan di Kalasan, disimpulkan oleh Danoesastro (1978), sedikitnya ada
empat fungsi pokok yang dipunyai pekarangan, yaitu
(Tabel 1): sebagai sumber bahan
makanan, sebagai penhasil tanaman perdagangan, sebagai penghasl tanaman
rempah-rempah atau obat-obatan, dan juga sumber bebagai macam kayu-kayuan
(untuk kayu nakar, bahan bangunan, maupun bahan kerajinan).
Tabel 1. Daftar berbagai macam tanaman di pekarangan petani
di kelurahan Sampel, dikelompokkan menurut fungsina (Kecamatan Kalasan).
No
|
Golongan Tanaman
|
Macam Tanamannya
|
I
|
Sumber bahan
makanan tambahan :
1. Tanaman karbohdrat
2. Tanaman sayuran
3. Buah-buahan
4. Lain-lain
|
Ubikayu,
ganyong, uwi, gembolo, tales,garut dll.
Mlinjo, koro,
nangka, pete.
Pepaya,
salak, mangga, jeruk, duku, jambu, pakel, mundu, dll.
Sirih.
|
II
|
Tanaman perdagangan
|
Kelapa, cengkeh, rambutan.
|
III
|
Rempah-rempah,
obat-obatan.
|
Jahe, laos, kunir, kencur,
dll.
|
IV
|
Kayu-kayuan:
1. Kayu bakar
2. Bahan bangunan
3. Bahan kerajinan
|
Munggur,
mahoni, lmtoro.
Jati, sono,
bambu, wadang.
Bambu,
pandan, dll.
|
Berdasarkan kenyataan-kenyataan
tersebutlah, maka Danoesastro (1977) sampai pada kesimpulan bahwa bagi
masyarakat pedesaan, pekarangan dapat dipandang sebagai “lumbung hidup” yang
tiap tahun diperlukan untuk mengatasi paceklik, dan sekaligus juga merupakan
“terugval basis” atau pangkalan induk yang sewaktu-waktu dapat dimabil
manfaatnya apabila usahatani di sawah atau tegalan mengalami bencana atau
kegagalan akibat serangan hama/penyakit, banjir, kekeringan dan bencana alam
yang lain.
FUNGSI HUBUNGAN BIOFISIKA
Pada pandangan pertama, bagi orang
“kota” yang baru pertama kali turun masuk desa, akan nampak olehnya sistem
pekarangan yang ditanami secara acak-acakan dengan segala macam jenis tanaman
dan sering pula menimbukan kesan “menjijikkan” karena adanya kotoran hewan ternak
di sana sini. Namun, dalam penelitian menunjukkan, bahwa keadaan serupa itu
adalah merupakan manifestasi kemanunggalan manusia dengan lingkungannya
sebagaimana yang telah diajarkan nenek moyangnya.
Di daerah Sunda misalnya, tetapi
terdapat pandangan ang oleh Hidding (1935) disebutkan:
“Manusia adalah bagian dalam dan
dari satu kesatuan yang besar ..........Semua mempunyai tempatna sendiri dari
tidak ada sesuatu yang berdiri sendiri.....
Dalam teori kebatinan Jawa,
disebutkan bahwa sesuatu yang ada dan yang hidup pada pokoknya satu dan
tunggal. Bahkan, justru pola pengusahaan pekarangan seperti itulah ternyata,
yang secara alamiah diakui sebagi persyaratan demi berlangsungnya proses daur
ulang (recycling) secara natural (alami) yang paling efektif dan efisien,
sehingga pada kehidupan masyarakat desa tidak mengenal zat buangan. Apa yang
menjadi zat buangan dari suatu proses, merupakan sumberdaya yang dipergunakan
dalam proses berikutnya yang lain. Sebagai contoh, segala macam sampah dan
kotoran ternak dikumpulkan menjadi kompos untuk pupuk tanaman. Sisa dapur,
sisa-sisa makanan, kotoran manusia dan ternak dibuang ke kolam untuk dimakan
ikan. Ikan dan hasil tanaman (daun, bunga, atau buahnya) dimakan manusia,
kotoran manusia dan sampah dibuang ke kolam atau untuk kompos, demikian
seterusnya tanpa berhenti dan berulang-ulang.
Dengan demikian kalaupun dalam
proses kemajuan peradaban manusia ada sesuatu yang perlu diperbaki seperti:
pembuatan jamban Keluarga di atas kolam, sistem daur ulang yang tidak baik dan efisiensi
harus tetap terjaga kelangsungannya.
DAMPAK MODERNISASI YANG
MEMPRIHATINKAN
Tetapi sayang, berbgai fungsi dari
pekarangan yang begitu kompleks dan mencakup banyak segi kehidupan manusia
serta pelestarian lingkungan itu kan mengalami “erosi” yang memprihatinkan
karena sering hanya dijadikan korban untuk memenuhi alasan “modernisasi”
Proyek-proyek pembangunan industri dan prasarana lain di desa pinggiran sering
kurang memperhitungkan bahwa, pembangunan kompleks perumahan karyawannya yang
terlampau mewah dibandingkan dengan perumahan penhuni asli dan yang dipagar
keliling rapat serta mewah pula itu merupakan isolasi bagi masyarakat penatang
dengan lingkungannya yang bisa menimbulkan ketegangan sosial dan
kriminalitas.Lebih-lebih jika pembangunan itu sendiri membutuhkan tanah urug
yang harus diambilkan dari tanah lapisan aas (top soil) pekarangan penduduk di
sekitarnya. Penduduk asli tidak saja menjadi kehilangan “lumbung hidup” atau
“pangkalan induknya” karena pekarangan dan tegalannya tidak produktif lagi,
tetapi sekalgus kualitas lingkungannya menjadi rusak karena daur ualng idak
lagi berlangsung lancar.
Pengaruh pembangunan yang kurang
bijak, modernisasi perumahan yang mengganti tanaman pekarangan menjadi tanaman
hias dan agar hidup yang berubah menjadi tembol atau tulang besi, sebenarnya
sangat disayangkan. Modernisasi memang harus tumbuh, tetapi bkan dengan merusak
lingkungan hidup. Peningkatan kesejahteraan lahiriah memang salah satu tuntutan
hidup, tetapi bukan dengan menciptakan masayarakat eksklusif yang mengisolir
diri. Kurangnya halaman tempat bermain bagi anak-anak mungkin saja dapat
dialihkan, tetapi keakraban anak-anak sekampung yang merenggang akan dapat
berbalik menjadi iri dengki, dan dendam yang tersembuni. Itulah masalahnya.
DAFTAR PUSTAKA :
1.
Workshop
Training P2KP
2. Danoesastro, Haryono : “Tanaman
Pekarangan dalam Usaha Meningkatkan Ketahanan Rakat Pedesaan”. Agro – Ekonomi.
Maret 1978.
3.
__________________-
: Survai Pekarangan Kecamatan Kalasan,kerjasama Fakultas Pertanian UGM dengan Diperta
Daerah Istimewa Yagyakarta. 1979.
4.
__________________
: Pemanfaatan Pekarangan. Yayaan Pembina Fakulas Pertanian UGM. Yogyakarta,
1979.
5.
Hidding,
K.A.H. : Gebruiken en Godsdients der Soendaneezen G. Kolff & Co. Hal. 24.
Batavia. 1975.
6.
Soemarwotto,
O : “Pegaruh Lingkungan Proyek Pembangunan”. Prisma, N.3 Juli 1975.
7.
_____________
: Ekologi Desa: Lingkungan Hidup dan Kualitas Hdup. Prisma, No. 8, September
1978.
8.
Terra,
G.J.A. : Tuinbouw : Van Hall en C. Van de. Koppel : De Landbouw in de indische
archpel.IIA, 1949. Terjemahan Haryono Danoesastro.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar