Identifikasi Hama Tikus
Pada Tanaman Padi
By: Anang Budi Prasetyo,SP
Tikus sebagai hama padi umumnya yang dikenal adalah spesies Rattus argentiventer atau disebut tikus
sawah. Karakter morfologi tikus sawah meliputi warna dorsal coklat kekuningan
dengan bercak-bercak hitam di rambut. Warna ventral putih keperakan atau putih
keabu-abuan. Warna ekor coklat tua dengan panjang sekitar 110-160 mm. Warna
permukaan atas kaki seperti warna badan dan bagian bawah coklat tua. Tikus
sawah memiliki 12 buah puting susu (6 pasang) dan memiliki ciri khas rambut
perut berwarna putih, tekstur rambut agak kasar, dan ekor lebih pendek daripada
kepala dan badan.
Perilaku tikus sawah
Tikus
sawah merupakan hewan nokturnal yang telah beradaptasi dengan fenologi tanaman
padi. Secara rutin, aktifitas harian dimulai pada senja hari hingga menjelang
fajar. Selama periode tersebut, tikus sawah dari kelompok lain. Siang hari
dilalui dengan bersembunyi didalam lubang, semak belukar, atau mengeksplorasi
sumber pakan dan air, tempat berlindung, serta mengenali pasangan dan individu
petakan sawah.
Tikus
sawah tergolong kedalam hewan omnivora yang mampu memanfaatkan beragam pakan
untuk bertahan hidup. Komposisi pakan yang dikonsumsi tergantung kondisi
lingkungan dan bervariasi sepanjang stadia tumbuh padi. Meskipun demikian, padi
merupakan pakan utama yang paling disukainya. Kebutuhan pakan kurang lebih
10-15% dari bobot badannya dan minum air kurang lebih 15-30 ml per hari. Tikus
sawah mencari makan berupa endosperm padi, bagian pangkal batang padi, serpihan
rumput-rumputan, potongan tubuh arthropoda, bagian tanaman dikotil, dan
lain-lain. Dalam mengkonsumsi pakan, tikus sawah lebih dahulu mencicipi untuk
mengetahui reaksi terhadap tubuhnya dan apabila tidak membahayakan akan segera
memakannya.
Perkembangbiakan
tikus sawah sangat tergantung pada keberadaan tanaman padi. Kondisi aktif
reproduksi hanya terjadi pada padi stadia generatif. Selama bera panjang hingga
padi vegetatif, tikus sawah dewasa tidak aktif reproduksi. Pada saat tidak
aktif, testis tikus sawah kembali masuk dalam rongga perut (testis abdominal),
dan akan kembali ke scrotum pada saat musim kawin (testis scrotal). Akses kawin
terhadap sejumlah betina dikuasai oleh jantan dominan yang menguasai teritorial
tertentu.
sawah
merupakan hewan terestrial yang membuat lubang di dalam tanah sebagai tempat
tinggal. Lubang yang dihuni tikus disebut “lubang aktif”. Pada saat bera
panjang, tikus sawah lebih banyak tinggal di habitat pelarian (refuge area)
seperti semak, pekarangan, atau migrasi ke gudang padi. Pada stadia vegetatif
padi, lubang aktif berbentuk sederhana dan dangkal, tetapi menjadi komplek dan
bercabang pada stadia generatif padi yang juga merupakan saat berkembang biak
tikus sawah. Pada umumnya, lubang aktif berisi tikus betina beserta anak-anak
pradewasa. Selama aktif reproduksi, tikus jantan tinggal dalam petak lahan
menunggu malam hari untuk kawin dengan betina dalam kelompoknya.
Perilaku
sosial tikus mencakup perilaku menjaga wilayah kekuasaan (territorial) dan
tingkatan sosial (hierarkhi). Pada kerapatan populasi rendah hingga sedang,
seekor jantan dominan paling berkuasa atas sumber pakan, jalur jalan, lokasi
bersarang, dan tikus betina dalam kelompoknya. Pada densitas populasi tinggi,
jantan yang kalah kompetisi (subordinat) keluar mencari wilayah dan membentuk
kelompok baru. Perilaku tersebut menyebabkan penyebaran populasi yang merata
sehingga tikus sawah mampu mengokupasi wilayah yang luas (terutama di daerah
endemik). Tikus sawah mempunyai kemampuan fisik selain mengerat juga menggali,
berlari, melompat dan meloncat, memanjat, berenang, dan menyelam.
Kemampuan belajar tikus sawah
Otak
tikus sawah berkembang sempurna sehingga memiliki kemampuan belajar dan
mengingat, meskipun sangat terbatas dibanding manusia. Tikus sawah mampu
mengingat letak sarang, lokasi sumber pakan dan air, serta pakan beracun yang
menyebabkan sakit. Pada percobaan laboratorium, tikus mampu belajar dan
mengingat letak pintu yang menyediakan pakan sebagai upahnya. Ragam media
komunikasi tikus sawah adalah suara dan secara kimiawi dengan air seni dan
feromon. Tikus mengeluarkan suara peringatan untuk menyampaikan bahaya dan
penanda territorial. Air seni juga sebagai penanda wilayah, pembawa pesan
tingkat sosial, dan kondisi birahi tikus betina (feromon seks). Tikus curiga terhadap
setiap benda baru (termasuk pakan) di lingkungannya, sehingga akan menghindari
kontak dengan benda tersebut. Sifat tikus enggan memakan umpan beracun tanpa
didahului pemberian umpan pendahuluan (pre-baiting). Tikus yang
mencicipi / memakan sedikit umpan beracun akut dan tidak mati (tetapi sakit),
akan mengingatnya sehingga pengumpanan lanjutan kadang mengalami kegagalan
(umpan tidak dimakan). Induk betina tikus sawah selalu membuat 2-3 pintu
darurat untuk meloloskan diri jika ada ancaman yang masuk sarangnya. Ketika
diempos (fumigasi), induk betina menyumbat lubang sarang dengan tubuhnya agar
anak-anaknya selamat.
Karakter Ekologi Tikus Sawah
Dinamika populasi tikus dipengaruhi
oleh faktor biotik (pakan, kompetisi, predasi, kanibalisme, migrasi dan perkembang
biakan) dan abiotik (habitat, sumber air, iklim dan pengendalian). Puncak
populasi terjadi beberapa saat setelah bera pascapanen yang merupakan hasil
reproduksi pada stadia generatif sebelumnya. Pada pola tanam padi-padi-bera,
terjadi dua puncak populasi, sehingga tanpa pengendalian, populasi pada
awal MT2 sangat tinggi dan menjadi ancaman yang serius. Pada pola tanam
serempak, komposisi umur tikus relative seragam, sedangkan pada pola tanam
tidak serempak komposisi umur tumpang tindih. Pada ekosistem sawah irigasi,
ketika masuk awal MT1, populasi tikus didominasi dewasa yaitu tikus pelopor
yang mampu bertahan selama masa bera panjang. Migrasi tikus ditandai dengan
melonjaknya populasi tikus secara mendadak akibat datangnya tikus dalam jumlah
besar dalam waktu singkat, dibedakan menjadi :
· Migrasi musiman :
Berhubungan pada saat bera panjang 70% populasi tikus pindah
ke habitat pelarian, 30% tetap menghuni di dengan ketersediaan pakan lingkungan
sawah. Pada saat ada pertanaman terjadi migrasi besar-besaran habitat pelarian
· Migrasi karena bencana alam
Tikus akan mengungsi ke tempat yang aman sekaligus sumber
pakan yang baru. Biasanya populasi terdiri dari dewasa yang kuat
Pengaruh iklim terhadap keberadaan
tikus misalnya tikus menyukai daerah yang beriklim hangat dan stabil, sehingga
keberadaannya cocok di daerah ekosistem padi sawah dataran rendah. Populasi
tikus juga dikontrol oleh mekanisme predasi dan pengendalian oleh manusia.
Sumber:
Anggara, Agus Wahyana dan
Sudarmaji. 2008. Pengendalian Hama Tikus Terpadu (PHTT). Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar